Kamis, 03 Juli 2025

KETIKA KATA-KATA MENGAJARKAN KEBERANIAN DAN KEHATI-HATIAN

 *KETIKA KATA-KATA MENGAJARKAN KEBERANIAN DAN KEHATI-HATIAN*


Salah satu keindahan bahasa Arab, ada fenomena yang disebut _tazahum lafdzi_ yaitu bertemunya dua kata yang ketika dibaca terdengar mirip, padahal keduanya membawa makna yang berbeda.


Contohnya adalah _hayah_ yang artinya kehidupan, dengan _haya_ yang artinya rasa malu. Fenomena ini sering dimanfaatkan oleh para penyair untuk mengarang bait-bait yang indah sekaligus mengecoh pendengarnya. Mari kita perhatikan syair berikut ini,


روحي تشتاق إلى الحياة

لكن قلبي مُثْقَلٌ بالحَيَا

Akhir dari dua bait ini hanya berbeda tipis dalam bunyi, namun membawa kita pada dua wacana yang berbeda.


_Hayah_ adalah panggilan jiwa untuk hidup penuh semangat, mengejar mimpi, dan merangkul setiap kesempatan. 


Sementara _haya_ adalah bisikan hati yang menjaga rasa malu, mengingatkan kita untuk tetap rendah hati dan menjaga kehormatan.


Bangsa Arab di zaman dahulu senang mendengarkan syair, daripada membacanya. Itulah sebabnya mereka bisa terkecoh dengan bait seperti ini, karena memang hanya mengandalkan pendengaran saja.


Lalu bagaimana agar mereka berhasil menempatkan kata yang benar? Yaitu dengan melihat konteksnya terlebih dahulu. Renungkan pelan-pelan, ambil keputusan dengan hati-hati kata yang mana untuk konteks yang mana.


Jika kita mengerti apa yang dibicarakan pada syair di atas, kitapun akan tahu bahwa kedua kata itu memang ada tempatnya masing-masing. Kalau tidak, tentu maknanya akan kacau.


_Jiwaku merindukan kehidupan_

_Tapi hatiku terbebani rasa malu_


Meskipun sebenarnya pembahasan ini tentang bahasa Arab, namun nilai yang dikandungnya cocok sekali dalam keadaan kita sehari-hari. 


_Hayah_ dalam keseharian kita adalah dorongan untuk melangkah maju. Ia adalah keberanian untuk berkata, “Aku ingin mencoba!”


Mungkin untuk memulai usaha baru, berbicara di depan umum, atau sekadar menulis buku untuk pertama kali.


Tapi seringkali, _haya_ datang membisikkan keraguan, “Bagaimana jika aku gagal? Apa kata orang nanti?”


Seperti dalam bahasa Arab, di mana konteks menentukan makna, dalam hidup pun kita harus bijak memilih. Renungkan pelan-pelan, ambil keputusan dengan hati-hati tindakan yang mana untuk konteks yang mana.


Kita sering dihadapkan pada pilihan, apakah kita akan membiarkan rasa malu menghentikan langkah, atau membiarkan semangat kehidupan membawa kita lebih jauh


Bayangkan seseorang yang ingin menuangkan gagasannya kepada orang lain. Semangat dalam dirinya berkata, “Ayo, mulai saja dulu! Tak ada yang tahu akhirnya seperti apa kalau tidak mencoba!”


Tapi rasa malu membisikkan, “Aku nggak cukup pintar, nanti kalau gagal gimana.” Jika ia membiarkan rasa malu menguasai, ia mungkin tidak pernah mencoba.


Inti dari _tazahum lafdzi,_ kita belajar bahwa hidup adalah seni memilih tindakan. Seperti penyair yang dengan cermat memilih kata untuk bait puisinya, kita pun harus memilih langkah dengan penuh kesadaran.


Hari ini, tanyakan pada diri kita sendiri, adakah mimpi yang tertahan karena rasa malu? Pertimbangkan kembali, jangan-jangan kita hanya terkecoh menempatkan langkah yang salah saja.


_Dari hati, untuk hari ini._

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda disini, komentar spam akan masuk kotak spam

Selamat Hari Guru, Kita Semua adalah Guru. Sebagai anak, istri atau orang tua.

  Hari Guru adalah momen yang tepat untuk merenungkan betapa besar peran seorang guru dalam hidup kita. Bukan hanya guru di sekolah atau uni...