PISANG ROBOH
*PISANG ROBOH*
Di kebun pisang, ada sebuah fenomena alam yang penuh hikmah. Pohon pisang yang subur, dengan daun hijau lebat, tiba-tiba roboh ke tanah. Batangnya patah, bukan karena angin, melainkan karena buahnya sendiri terlalu banyak.
Ia begitu rakus menghasilkan tandan pisang yang besar dan berat, hingga akhirnya tak sanggup lagi menopang beban yang ia ciptakan. Ia serakah untuk terus berproduksi tanpa kendali, tanpa memberi kesempatan bagi dirinya untuk bernapas, akhirnya ambruk.
Fenomena ini disebut sebagai _lodging_ atau petani lokal menyebutnya pisang roboh. Petani pisang biasanya melakukan penjarangan, yaitu memotong sebagian bunga atau buah kecil, untuk mencegah _lodging._
Begitulah keserakahan bekerja. Ia membuat kita kehilangan kemampuan untuk merasa puas, menjebak kita dalam lingkaran keinginan yang tak berkesudahan.
Hati-hati karena keserakahan sering muncul dalam keseharian, kadang tanpa kita sadari. Misalnya menggunakan fasilitas bersama secara berlebihan, tanpa memikirkan orang lain yang juga memerlukannya.
Bahkan perpecahan keluarga sering terjadi disebabkan keserakahan dalam pembagian warisan.
Contoh yang paling sering kita jumpai adalah pejabat yang sudah bergaji besar dan difasilitasi negara, tapi masih menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri.
Dari luar, ia tampak sukses dengan mobil mewah, rumah besar, dan sebagainya. Namun, di balik itu, perhatikanlah wajahnya sering menunjukkan ketegangan. Gerak bibir kaku, nada suara gagap, disertai bicara ngawur.
Psikolog menyebut ini sebagai efek _hedonic treadmill._ otak terus mengejar pencapaian, tapi kepuasan itu cepat memudar, mendorong keinginan yang lebih besar. Akibatnya, pejabat yang serakah hidup dalam kegelisahan, takut kehilangan, dan takut kalah. Kasihan sekali.
Padahal ada cara hidup yang menawarkan kedamaian, yaitu qana’ah, merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Qana’ah bukan berarti menolak kesuksesan, melainkan menikmati apa yang ada tanpa dikejar rasa cemas.
Seorang pejabat qana'ah menolak suap meski peluang memperkaya diri terbuka lebar. Ia hidup sederhana, menggunakan jabatannya untuk melayani masyarakat. Wajahnya tenang, senyumnya tulus, dan orang-orang merasa nyaman di dekatnya. Meski biasanya pejabat seperti ini cepat disingkirkan.
Kita sebagai pekerja kantoran juga bisa bersikap qana'ah dengan bersyukur atas gaji yang kita terima, fokus pada pekerjaan, dan tidak terobsesi menyaingi rekan kerja.
Penelitian psikologi menunjukkan bahwa rasa syukur, meningkatkan kesejahteraan mental dan mengurangi stres. Orang yang hidupnya merasa cukup, cenderung lebih fokus, sehingga peluang sukses justru datang tanpa harus dikejar dengan rakus.
Orang yang qana'ah juga banyak yang sukses. Karena perbedaannya bukan soal harta, melainkan cara kita memandang hidup. Keserakahan membuat kita terus berlari mengejar sesuatu yang tak pernah cukup. Sementara qana’ah memberi kebebasan untuk menikmati apa yang sudah ada.
Inilah kemerdekaan sejati, ketika kita bebas dari belenggu keserakahan, ketika hati kita puas tanpa terikat pada keinginan yang tak pernah usai.
Begitu pula, bangsa yang merdeka sebenar-benarnya adalah bangsa yang dipimpin oleh mereka yang terbebas dari keserakahan, pejabat yang mengutamakan rakyat, bukan memperkaya diri.
Lalu, apa gunanya harta menumpuk jika hati tetap gelisah? Apa artinya kekuasaan jika yang lahir hanya penderitaan orang lain? Pisang roboh memberi peringatan bahwa adakalanya sesuatu tampak kokoh, tetapi bobol dari dalam. Bukankah lebih baik hidup jujur dengan jiwa yang utuh?
_Dari hati, untuk hari ini._
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda disini, komentar spam akan masuk kotak spam