Senin, 28 Juli 2025

LAUT TETAP MEMBERI, MESKI TIDAK SELALU IKAN

 *LAUT TETAP MEMBERI, MESKI TIDAK SELALU IKAN*


Seorang nelayan di wilayah Bangka Belitung, sehari-hari menangkap ikan seorang diri dengan perahu kesayangannya. Ia menikmati ketenangan tersebut, dan ikan yang ditangkapnya dijual ke pasar, menjadi sumber penghidupannya hari itu.


Namun, seiring waktu, hasil tangkapannya berkurang. Dengan bijak, sang nelayan beralih profesi menjadi pengantar wisata. Dengan kapal barunya yang lebih besar, ia mengantarkan wisatawan ke Pulau Lengkuas, salah satu destinasi alam yang memukau di Bangka Belitung.


Para wisatawan membayar ongkos untuk jasanya, yang menjadi sumber keberkahannya hari itu. Rezekinya tidak hilang, hanya berubah bentuk.


Kisah ini nyata. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2021, sebanyak 1200 nelayan di Indonesia, termasuk di Bangka Belitung, beralih ke sektor pariwisata bahari untuk menyiasati berkurangnya hasil tangkapan.


Seperti nelayan yang menemukan rezeki baru di lautan, banyak ibu juga mengalami perubahan peran yang mengubah cara mereka menjalani ibadah dan kehidupan sehari-hari. Dulu, menghadiri pengajian atau membaca Al-Qur'an terasa mudah.


Namun, setelah menikah, rutinitas berubah. Tanggung jawab baru hadir seperti mengurus anak, menyiapkan makan untuk suami, membersihkan rumah, dan segudang pekerjaan yang seolah tak pernah usai.


Kadang, ada rasa bersalah karena tak lagi sesering dulu menghadiri majelis ilmu. Ada rindu untuk duduk tenang membaca zikir tanpa terganggu tangisan anak atau tumpukan cucian. 


Hakikatnya, ibadah itu tidak berkurang, hanya berubah bentuk. Setiap usapan kasih sayang ibu pada anak, setiap masakan yang dihidangkan dengan ikhlas, setiap lelah demi keluarga, itu semua adalah ibadah.


Dulu, ibu bagaikan nelayan yang tenang memancing dalam kesendirian. Kini, setelah berkeluarga, ia menjadi nahkoda perahu yang mengantarkan suami dan anak-anak menuju surga. Laut yang sama, hanya perahu dan jalannya yang berbeda.


Dalam kitab monumentalnya, Ihya Ulumuddin, Al-Imam Ghazali menegaskan,

  

وَفِي الْخِدْمَةِ لِلزَّوْجِ وَالْوَلَدِ أَجْرٌ عَظِيمٌ، لِأَنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ الْمُوَاظَبَةِ عَلَى الْبَيْتِ وَهُوَ جِهَادٌ فِي سَبِيلِ اللهِ  


_(Melayani suami dan anak menyimpan pahala besar, karena itu termasuk perjuangan menjaga rumah tangga, sebuah bentuk jihad di jalan Allah)._


Maka, wahai para ibu dan siapa saja yang menjalani perjuangan serupa, jangan pernah meremehkan apa yang sedang engkau jalani. Jangan anggap kecil setiap aktivitas harianmu. Mungkin tak tampak seperti duduk di majelis ilmu atau menambah hafalan, tapi catatan amal tetap melimpah.


Ibu yang menggendong anak sambil menenangkan tangisnya, yang menunda makan demi menyuapi keluarga, yang tertidur dalam lelah setelah membersihkan rumah, ia sedang menunaikan ibadah bentuk baru. Ibadah yang tersembunyi dari mata manusia, tapi terang di hadapan Allah.


_Dari hati, untuk hari ini._

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda disini, komentar spam akan masuk kotak spam

Kamu ngga harus tau semuanya sekarang. Cukup ambil satu langkah berikutnya

 *"You don’t need to have it all figured out. Just take the next step."* (Kamu ngga harus tau semuanya sekarang. Cukup ambil satu ...