*SURGA*
Bayangkan ada seorang anak yang sejak lahir indra pendengarannya tak berfungsi. Ia hadir ke dunia ini dalam keheningan total. Tak ada tangisan dirinya sendiri yang ia dengar, tak ada suara ibu yang menenangkan, tak ada denting waktu yang berdetak dalam hidupnya.
Bagi anak ini, dunia adalah gambar, gerakan, dan ekspresi. Ia tumbuh tanpa tahu bahwa ada sesuatu yang disebut "suara." Ketika orang membuka mulutnya, ia kira itu semacam ritual, bukan alat komunikasi.
Sementara banyak orang menggantungkan makna pada perkataan, ia membaca dunia lewat sorot mata, senyum kecil, anggukan, dan bahasa tubuh. Dunianya berbeda dengan kita. Dunia yang sunyi. Namun ia menyangka semua orang juga seperti itu.
Ketika melihat orang memukul drum, ia menyangka kesenangannya karena ada gerakan tangan yang energik sambil memegang stik. Ia tak mengerti sama sekali di dunia ini ada yang namanya musik.
Ketika orang lain tertawa terbahak, baginya itu hanya guncangan bahu, mata yang menyipit, dan gerakan tubuh yang melonjak. Tawa adalah visual, bukan vokal.
Ketika orang bertepuk tangan, ia tak tahu itu untuk menciptakan suara tepuk. Ia mengira itu mungkin isyarat persetujuan, atau semacam kode sosial. Ia menirunya karena semua orang melakukannya, bukan karena mendengar bunyinya.
Bayangkan lagi suatu hari setelah ia dewasa akhirnya ilmu kedokteran berhasil menyembuhkannya. Dunia yang selama ini ia kenal mulai berubah. Dunia menjadi penuh getar frekuensi yang aneh di dalam kepala. Dan ketika mulut ibunya bergerak seperti biasa, kini ada sesuatu yang keluar bersamaan, yaitu suara!
Ia menangis. Bukan karena sakit, tapi karena untuk pertama kali dalam hidupnya, ia mengenal apa itu bunyi. Ternyata selama ini, dunia bukan hanya gambar dan gerak.
"Suara" adalah anugerah alam raya yang tak pernah ia duga keberadaannya. Suara ibunya seperti pelukan yang hangat. Suara hujan seperti lukisan yang hidup.
Ia duduk lama. Terdiam oleh keajaiban. Karena hari itu, dunia yang ia kira sudah sempurna, ternyata masih menyembunyikan lapisan rahasia. Ia seperti dilempar ke semesta yang lain.
Ia bahkan tak pernah bertanya apa itu bunyi, karena bagaimana mungkin mempertanyakan sesuatu yang tak pernah diketahui?
Denting sendok ke gelas, desir angin, derap langkah, tawa, tangis, semuanya seperti letupan keajaiban yang tak pernah dibayangkan. Setiap detik jadi wahyu. Ia menangis dan menggigil. Jantungnya berpacu lebih cepat. Tubuhnya limbung. Ia pingsan. Karena kebahagiaan itu terlalu besar untuk ditampung dalam tubuh kecil yang sudah lama hidup tanpa bunyi.
Seperti itulah surga. Bayangkan seumur hidup kita kira dunia ini sudah sempurna. Ada warna, ada suara, ada rasa, ada aroma, ada pelukan. Kita mengira itu sudah puncaknya. Tapi ternyata, semua itu hanya permukaan.
Jangan pernah mengira kenikmatan dunia ini lengkap hanya karena kita bisa melihat matahari terbenam, mendengar musik, mencicipi makanan, mencium wangi hujan, atau memeluk orang yang kita sayangi.
Semua itu hanya percikan kecil. Hanya pembuka lembar. Surga bukan sekadar versi lebih indah dari dunia. Surga adalah semesta yang tersembunyi dari nalar kita, dari panca indra kita, dari imajinasi kita yang paling liar sekalipun.
Dan mungkin, pada langkah pertama kaki ini masuk ke surga, kita tak akan bisa berdiri. Kita akan pingsan seperti anak itu. Karena ada anugerah terindah yang bahkan belum pernah kita tahu keberadaannya dengan sebenar-benarnya sampai hari itu tiba.
Dan jika kenikmatan yang melumpuhkan jiwa karena terlalu indah untuk ditanggung ini ternyata tak dibayar dengan emas, tak ditukar dengan kekuasaan, tak ditebus dengan nyawa.
Cukup dengan tahajud di pertengahan malam dan air mata taubat penuh penyesalan. Itu saja. Hanya itu. Betapa Pemurah Tuhan kita, yang menukar lelah sejenak dengan keabadian yang tak terdefinisi. Maka masihkah kita menunda?
_Dari hati, untuk hari ini._
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda disini, komentar spam akan masuk kotak spam