*APA YANG KITA PILIH?*
Saya kenal seseorang yang rumahnya berantakan sekali. Kebetulan bagian depan rumah itu adalah toko, dan karena barang-barang toko tidak ditata dengan rapi, sampai menyebar ke mana-mana hingga ke dalam rumahnya.
Jika kita berjalan di ruang tamunya, bayangkan saja sedang berjalan di medan perang. Setiap langkah harus diperhitungkan jangan sampai menginjak sesuatu. Mata harus jeli menemukan celah kosong di antara lautan barang.
Sungguh tantangan yang berat sekali. Berjalan tiga meter rasanya seperti marathon. Kita mungkin berharap punya kemampuan meloncat-loncat seperti kangguru demi melewati area itu dengan selamat.
Saya pernah bertanya sejak kapan rumahnya berantakan seperti itu. Ia berpikir keras, mencoba mengingat-ingat, lalu mengatakan mungkin sejak 2007. Serius?!
Jadi selama 18 tahun ia memilih untuk hidup tak nyaman di rumahnya sendiri? Ia bilang sebetulnya kalau disuruh memilih tentu ingin hidup dengan nyaman, namun ia tak punya waktu membenahi semua keruwetan tersebut.
Jujur saja, saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Jika ia tidak ada usaha merapikannya, berarti memang ia sudah memilih untuk berantakan. Seperti nasihat orang-orang barat.
_What you do not change, that is what you choose._
Apa yang tidak kau ubah, berarti itu yang kau pilih.
Kalimat pendek tapi menusuk. Jika ada sesuatu yang salah dalam hidup kita namun dibiarkan saja, tidak berusaha untuk kita ubah, berarti memang kita memilih untuk hidup seperti itu terus.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering bertemu orang yang mengeluhkan berat badannya yang semakin bertambah, namun ia tak berusaha mengurangi makanan _fast food_ dan minuman tinggi gula.
Ada pula mereka yang merasa mudah lelah, otot-ototnya terasa lemah karena kurang gerak bahkan sering duduk seharian di depan laptop, namun ia tak berusaha olahraga dengan rutin.
Dapatlah kita menyimpulkan bahwa mereka memang memilih untuk hidup tidak sehat seperti itu terus.
Ingat cerita Firaun yang baru mau beriman dengan Nabi Musa ketika dia tenggelam. Secara logika pengakuan ini tidak dapat diterima.
Karena Firaun sebelumnya punya waktu bertahun-tahun untuk beriman, namun ia biarkan saja. Bahkan tetap mengaku dirinya sebagai Tuhan. Tidak adanya usaha dari Firaun untuk memperbaiki imannya, menunjukkan bahwa ia memang memilih untuk ingkar.
Pada akhirnya, hidup kita adalah cerminan dari pilihan-pilihan yang kita buat, atau yang tidak kita buat. Jika kita terus membiarkan sesuatu yang salah, maka sesungguhnya kita telah memilih untuk menyerah pada keadaan.
Oleh karena itu, jangan hanya menunggu saja. Waktu tidak mengubah apa pun, tapi keputusan kitalah yang mengubah segalanya.
_Dari hati, untuk hari ini._
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda disini, komentar spam akan masuk kotak spam